Thursday, February 21, 2008

Penimbun Harta Karun

Tanggal 16 Februari, tepat dua tahun aku numpang hidup di Bandung. Berarti sudah dua tahun juga aku menghuni kamar kosku. Beberapa hari lalu, tumben pagi-pagi aku tergerak untuk sedikit beberes. Beneran sedikit, karena cuma nyapu dan beresin koran yang terserak di lantai. Trus, iseng-iseng aku ngeliat salah satu laci. Rusuh deh isinya. Laci yang ukurannya gak seberapa itu penuh dengan sesuatu dari yang penting sampe gak penting sama sekali: slip gaji dari tahun pertama, kuitansi pembayaran kos, tiket kereta api, bon pembelian kamera, bon belanja di supermarket, kartu diskon dari foto studio dan kupon cuci cetak gratis (semua dah kedaluwarsa), dan receipt transaksi ATM dari bulan antah berantah. Stres juga ngeliatnya. Tapi tiba-tiba stresku terobati karena pas buka sebuah amplop, nemu uang Rp 100.000 di dalamnya. Seneng banget, berasa nemu harta karun! Laci pun aku rapiin. Barang-barang gak penting aku buang.

Abis itu aku meriksa sudut-sudut kamar yang laen. Lemari dua pintuku, di satu sisi berantakan banget, sementara di satu sisi lainnya agak mendingan. Trus, ada dua tumpukan koran yang udah mulai tinggi. Sebenernya masih ada lagi setumpuk koran lembar Jabar (yang kuselaraskan bahasanya) sejak pertama kali terbit. Yang satu ini sebenernya bisa kubuang sejak dulu. Cuma, sayang aja melenyapkan barang bukti hasil kerja kerasku (cieee). Tapi, kegemaranku (???) ini pernah bermanfaat lho. Setidaknya ada 1-2 lembar liputan khusus yang diambil dari koleksiku dibingkai dan terpajang di dinding kantor. Hari ini sebagian besar koran itu udah siap aku hibahkan ke asisten RT ibu kos untuk dia jual. Tentu aku masih harus menyimpan koran edisi 2008 demi kepentingan pekerjaan.Hehehe…

Lanjut ke kontainer plastikku yang terdiri dari empat kotak. Di kotak paling atas ada dua wadah berisi koleksi gelang dan aksesori. Kotak kedua berisi perlengkapan masak-masakanku. Nah, kotak ketiga mulai gak jelas. Isi resminya sih album foto, koleksi buku harian beberapa tahun terakir, dan majalah berukuran besar. Tapi belakangan apa aja bisa nyemplung, termasuk ”database” SMS yang kuterima di hari-hari besarku. Kayaknya juga ada lembaran2 kertas berisi catetan SMS yang juga dah dua tahun :D Sementara kotak keempat, yang meski cukup tertata, overload dengan majalah berukuran kecil dan koleksi novel. Banyak banget yang belom aku baca sampe tuntas. Bahkan beberapa masih terbungkus segel plastik. Sok gak punya waktu baca nih. Payah.
Ternyata aku punya bakat jadi penimbun harta karun juga ya. Segala macem disimpen, walopun benda-benda itu menurut ukuran kelaziman enggak penting dan gak bernilai. Tapi, menurutku, benda yang kusimpen punya nilai historis masing-masing sehingga membuatku tetep mempertahankannya.

Kalo ada yang buka inbox ponselku, bakal terkesima deh dengan fakta bahwa di situ tersimpan SMS tertanggal 1 Juli 2003 alias dah berusia 4,5 tahun!! Aku sendiri aja sempet kaget. Sebenernya baik si pengirim maupun isi SMS-nya gak luar biasa. Hanya, dia sekarang menghilang entah ke mana. Jadi SMS-nya kusimpan sebagai kenangan bahwa kami pernah berteman baik meski hanya sesaat (haiyaahhh). Gak kalah sentimentil, diam-diam aku masih menyimpan sobekan kertas kecil bertuliskan ”be careful” dari seorang sahabat menjelang keberangkatanku ke Bandung, dua tahun lalu. Ada juga kartu ucapan ulang tahun dua tahun lalu dari Indah. Dan, masih banyak lagi yang laen :D

Yah, inilah aku, seorang yang mementingkan dokumentasi atas hal-hal yang pernah dan sedang aku lalui. Ujung-ujungnya narsis. Biarin deh. Hanya, ke depan aku harus lebih teratur dalam hal pengarsipan agar sejarah hidupku tidak tercecer di sembarang tempat. Huehehehe…

Friday, February 15, 2008

Mudik Gratis, Episode Rencana Tinggal Rencana

Akhir Januari lalu, aku dapat jatah dinas luar kota alias DLK selama seminggu ke Yogya. Wuaaahhh senangnyaaa, padahal aku gak minta dikirim ke Yogya loh. Ke mana aja okelah. Beberapa orang sirik, secara aku bisa mudik gratis—atas biaya kantor—ke Gunkid. Hehehe.

Mendekati minggu M (bukan hari H), aku sempet enggak semangat. Entah kenapa, tiba-tiba kesenangan itu menguap. Setelah dengerin lagu Yogya Cinta Tiada Akhir-nya Katon, dan mengingat akan bertemu ortu, aku baru semangat lagi :) Ke Yogya aja pake dopping segala ya.

Sehari sebelum berangkat, bos-bos di kantor nanyain, ”Kapan mudik ke Yogya?” dan ”Wah, pikiranmu dah di rumah ya?” Wedew, dikiranya aku mo mudik beneran apa yak. DLK tuh tugas booos, tugaaas!! Aku tetap profesional kok. Emang sih, salah satu poin DLK kali ini adalah penyegaran. Jadi, meskipun kerja, boleh dong sambil seneng-seneng. So, aku berangkat ke Yogya dengan segudang rencana:

- nengokin dua sahabat yang baru aja melahirkan dan seorang sahabat baik lainnya
- nyobain hotspot di UGM (gak penting banget ya)
- belanja kain batik ma kaos Dagadu
- makan es krim Tip Top
- ketemuan ma temen kampus
- nyambangi Cilacs
- cari perak di Kotagede
- beli jilbab di Karita
- potong rambut di salon kecil kawasan UNY
- makan lotek/gado-gado Colombo
- makan mi jawa di deket SMA 1 Wonosari
- nyari toko makanan ringan langganannya Rony di Pasar Kranggan
- makan di Warung SS
- makan rujak gobet (rujak pake es krim) di deket Mirota Kampus
- nyari tambahan gelang-gelang etnik di Mirota Batik
- silaturahim ke kos lama

Memang agak kemaruk dan kurang realistis. Cuma punya waktu seminggu, tapi rencananya seabrek-abrek. Yah, namanya juga usaha :) Dari sekian banyak rencana itu, yang terwujud cuma empat terakhir. Hiks. Sempet sih ke kampus, tapi sebentar banget. Selebihnya, aku melakukan hal-hal yang tidak direncanakan:
- memenuhi keingintahuan Mbak Priski (dan aku juga siiih) akan mal terbesar di Yogya, Ambarrukmo Plaza
- nemenin sepupuku beli Harry Potter dan komik di Gramedia dengan ”kartu sakti” yang bisa ngasih diskon 20 persen :D
- makan bakso uleg di Terban, makan ayam goreng Ninit (di Terban juga), minum wedang ronde tengah malem di Mangkubumi, makan lumpia semarang, makan sate klathak di Bantul, ngeliat pabrik Bakpia 25 di Pathok, ngopi di angkringan pinggir rel Lempuyangan, trus makan nasi goring sapi di Kotabaru. Waduh, kok makan mulu yaaa. Untuk liputan makan-makannya bisa diintip di sini (tapi sementara belom diaplod).
- Oya, sempet foto-foto di Jembatan Gondolayu deket hotel. Aku dan Mbak Priski bela-belain pulang menyelinap—biar gak dianterin pulang ma temen kantor. So, kami bisa leluasa jalan kaki dan berhenti di jembatan itu. Ternyata banyak juga yang sengaja foto-foto di situ alias pada narsis.
- Trus, Yogya juga punya sistem transportasi ala busway Jakarta. Nama busnya transjogja. Karena belom beroperasi, akhirnya cuma bisa motret haltenya aja.

Tak lupa, karena sinonim DLK kali ini adalah mudik gratis, aku menyempatkan diri nengokin ortu di rumah di awal dan akhir masa tugas. Pas hari kerja aku sama sekali gak pulang, demi profesionalisme (cuih!!!) dan biar gak disergap rasa malas kerja. Kalo dah di rumah bisa gawat, gak mau beranjak lagi.

Satu-satuhya bagian yang amat tidak menyenangkan adalah keterlambatan kedatangan KA yang akan membawaku pulang kandang. Kereta Turangga dari Surabaya yang dijadwalkan berangkat dari Yogya jam 23.10 baru datang sekitar jam 01.00 dan berangkat 01.20. Gile beneeeeer, nangkring di Tugu sampe 2,5 jam!!!

Seminggu berlalu amat cepat. Meskipun banyak rencana tinggal rencana, salah satu poin DLK yaitu penyegaran tercapai dengan sukses. Ini nih oleh-olehnya:

(kiri-kanan masing-masing baris): Jembatan Gondolayu, Tugu, halte bus transjogja Jalan Jend Sudirman, wedang ronde di Jalan Mangkubumi, rujak gobet Mirota Kampus Terban, bakso uleg Jalan C Simanjuntak, salah satu sudut redaksi kantor Yogya, sate klathak Bantul, kompleks Fakultas Filsafat UGM